|
Thursday, July 28, 2005
|
|
sedih
kok malem ini rasanya beda yah... aku kangen ma almarhum mamaku.... duhh pengen ada org buat bersandar tp ga tau sapa!emang lagi sendiri,sedih banget kalo lagi ngerasa sendiri. semua campur jadi satu bikin sakit hati lagi.pokoknya malem ini aku kengen ma mama ku dan itu yg membuat aku pengen nangis.... tapi buat apa "mama" udah tenang di atas sana. mama anakmu sedang galau tolong lah dateng pada mimpi anakmu ini sekali saja aku pengen di sayang dan di manja seperti dulu.
|
ipal @ 2:48 AM - Permalink -
|
|
Tuesday, July 19, 2005
|
|
Cinta Laki-laki Biasa...
Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok kebelakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang: Papa dan Mama, kakak-kakak,tetangga dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.
"Kenapa?" tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan. Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon 25 watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yang barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!
Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detail dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi 3 bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania anggap sebagai momen yang tepat, karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.
"Kamu pasti bercanda!" Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua,disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga dan terakhir dari papa dan mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda. "Nania serius!" tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya. "Tidak ada yang lucu," suara papa tegas. "papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak papa yang paling cantik!"
Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.
"Nania cuma mau Rafli," sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak. Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekedar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah. "Tapi kenapa?" Sebab Rafli cuman laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa.
Sementara kamu, sebentar lagi meraih gelar insinyur. Bakatmu yang lainpun luar biasa.
Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya. "Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!"Cukup! Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini? Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'.Nania cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.
Mereka akhirnya menikah. *** Setahun pernikahan. Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak dimata mereka.
Nania hanya merasakan cinta yang begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.
"Tak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania." Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan. Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya. 'Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu!" "Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar!" "Betul, kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!" Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli. Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen. Tapi Rafli juga tidak jelek, kak! Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan? Rafli juga pintar! Tidak sepintarmu, Nania. Rafli juga sukses, pekerjaaannya lumayan. Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu. Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.
Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki sepasang orang anak. Keduanya menggemaskan.Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang.
"Tak apa," kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri.
"Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Mas." Nania tidak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik.
"Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya?" Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.
Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia! Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania.
Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting. Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak.
Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang di kantor, tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik papa dan mama.
Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik. Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak.Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.
*** Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.
"Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!"
Mula-mula dokter kandungan Nania memasukkan sejenis obat kedalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semua normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.
Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi dan menunaikan shalat disisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.
Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga nenit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.
"Baru pembukaan satu." "Belum ada perubahan, bu." "Sudah bertambah sedikit,"kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan."Sekarang pembukaan satu lebih sedikit."
Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.
Tiga puluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset. "Masih pembukaan dua, pak!" Rafli tercengang. Cemas tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.
"Mas?" Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan. "Dokter?" "Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar."Mungkin?
Rafli dan Nia berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu? bagaimana jika terlambat?
Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak kuasa merasa sendiri dari awal.
Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruang serba putih. sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Kesadarannya naik-turun. Terakhir,telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.
Kepanikan ada diudara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir. Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat. "Pendarahan hebat." Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah!
Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis. Mama Nania yang baru tiba, menangis, papa termangu lama sekali. Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka. Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercengung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa di hentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker. Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania. *** Setelah seminggu lebih Nania koma, selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarga yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuta, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah boleh membawanya pulang.
Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukur pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.
Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang berbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra.
Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya. "Nania, bangun, cinta? Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.
Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania dan membacakannya dengan suara pelan. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,
"Nania, bangun, cinta?" Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya dimata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli. Diluar itu Rafli tak memerdulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan. Ia ingin melihat Nania lagi, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain diwajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.
Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama di tangkap matanya. Seakan telah begitu lama Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapnya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.
Asalka Nania sadar, semua tak penting lagi. Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa.Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.
Ketika malam Rafli mendandani Nania agar terlihat cantik sebelum tidur.Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh? Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu menyaksikan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.
setiap hari minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar.Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran,nonton di bioskop, reaksi ke manapun Nania harus ikut.
Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania kesana kemari. Masih dengan senyum hangat diantara wajahnya yang bermanik keringat. Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh semua berbisik-bisik. "Baik banget suaminya!" "Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!" "Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya." "Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandangnya dengan penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!"
Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, papa dan mama. Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustasi, merasa tak berani, merasa? Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?
Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan. Ya, Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semuanya, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah yang besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri, meski tubuhnya tak berfungsi sempurna, meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.
Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.
by: opit (maksih kirimannya)
|
ipal @ 4:10 AM - Permalink -
|
|
Monday, July 11, 2005
|
|
horeee....
dah puas istirahat 3 hari dari hari jum'at sampe hari minggu duh senengnya.ternyata bos baik hehe ngasih ijin istirahat... ogh ya tapi ga enak juga yah cuma makan tidur doank... hari sabtu ke rumah pak |wan karena istrinya mau selametan kandungan 7 bulan.amin semoga semua berjalan dengan semestinya tidak ada halangan dan di berikan kemudahan sama Allah.pas mau ke sana janjian sama temen tp gagal,padahal kepengen bener ketemu pengen di sayang and di manja sama kelalukan dia hehe lucu yah masak bisa di sayang ma di manja sama kelakuan sama "dia" ga mungkin banget tp kalod eket enak banget deh bisa cerita liat senyum dia liat mata,bibir cara dia berbicara duhh tapi ga kesampaian heheh.... tapi ga papa aku tau "dia" lagi ada kegiatan dan dia sibuk.tp masak ga kasih kabar mana ga nelpon kan enak kalo di telpon he promise to talk to me whit hp. hihihihi terlalu berharap ga baik juga yah bakal kecewa tp ga papa suerrrrrr.... trus di rumah pak |wan membantu walau denagn doa melihat kesibukan nyokapnya dia bikin bancaan bener ga asih tulisannya. trus nemenin nganterin kotak berkah ke tetangga langsung pulang kerumahnya lagi tapi pak iwan masih keliling soalnya masih nganter nganter. sesudah itu ada buny telpon eh ternyata dari sepupuku pada ngumpul di sana.ada orang tua mereka yang ngirim pempek duh akhirnya makan pempek tp kok cukanya ga enak ya.. makan dikit deh akhirnya soalnya kayak ada yang kurang males jadinya..... trus pulang jam 9 ke rumah iwan lagi ngobrol lama,eh ternyata istri iwan curiga soalnya di sangka mau cari gebetan wakwkkaw..kalo iwan mah ga boleh kalo saya boleh :P.trus pulang ke kontraan tp tetep aja ga bisa tidur,coba mc temen eh ternya dia nelpon abis ngobrol singkat ternyata dia suruh aku ke sana,deket sih rumahnya trus kesan malah bantu bantu and melihat mereka membut kue,trus aku bantu ngupasin telur sampe jam 3 booo gila ga kerasa udah jam 3 trus aku pamit. sampe di rumah ambil air wudhu trus sholat isya soalnya td males aja tp ga tau malem itu pengen..... akhirnya aku kembali berkerjaaaaaaaaaaaaaaa duhhh capek..... work dan work again.... tpi hari senin tak awali dengan berpuasa..... alhamdulilah mau nyoba puasa abis dah lama ga puasa.mau sholat malah ga bisa soalnya ga ada tempat gimana nih
|
ipal @ 4:14 AM - Permalink -
|
|
|
|
Tak Kasat Mata
Aku adalah yang tak kasat mata terhantam lajunya hari tersingkir cepatnya waktu terjerembab tanpa ada yang membantu
Saat ku berusaha bangkit cuh... hari pun meludah tepat di mukaku sambil memaki dan menendang tepat di dadaku
Dan ketika hari berlalu ku hanya bisa terdiam termenung... Bersanding dengan angin malam yang setia menghiburku
Akulah yang tak kasat mata Tak terlihat oleh siapapun walau nyata karena itulah adanya
|
ipal @ 4:09 AM - Permalink -
|
|
|
|
Wahai Jiwa......
Hari ini...lewat senja yang indah ini... Merenung jauh ke dalam diri... yang rupanya telah terlalu lama tidur.....
Terlalu jauh pergi... hingga sukar melangkah pulang... meniti tangga mimpi yang tiada penghujung... Yang canggung mendakap realiti.... Yang punya kasih sekian banyak untuk diberi... Yanya bukan untuk diri... Sedang hati kosong mendakap pilu... Ingin sekali... dan mungkin akan kusingkap tabir tipis.... mengizin sinar yang bertandang... akan kucuba langkahan yang baru...
Ingin kucuba menjadi kuat.... Tabah....
Tak ingin lagi kuhitung duka... Tak ingin lagi kusingkap parut lama...
Aku ingin bahagia di luar sana.... Aku ingin diriku semula... bantulah diri wahai bayu... bantulah diri wahai semangat ombak....
Aku ingin menatap wajah sebenar insan... Aku ingin lihat tutur bibir yang berbicara.... Aku ingin memeluk tawa...aku ingin memeluk pelangi.... Ingin lena dalam alam.... Ingin didekap ceria....
Tak ingin lagi tenggelam dalam dunia ini... menatap layar yang bisu.... Yang bungkam tanpa bicara... meluah rasa dalam jari yang menari... mengatur puisi hati... mengungkapkan dalam tulisan kata kata di dalam huruf... mencatat tangis... mencatat ayat resah... ayat lelah... mencari simbol ketawa... yang realitinya di sini... tangis dalam yang tidak terungkap....
Tak ingin lagi berpura-pura tertawa... ketawa yang bersusul tangis....
Ingin yang sebenar bahagia... ingin setiap tidur yang lena... ingin hati yang tenang....
Andai masih ada bahagia itu untukku... Berikanlah padaku seteguk demi seteguk... aku hanya ingin yang indah... yang dapat kurasakan dalam cantingan warna lembut di kanvas putih.... Aku ingin puisi yang semekar mawar.... Yang tiada ayat resah... ayat lelah....
Aku ingin kuat... ingin tabah....
Mahukah kau mendengar wahai jiwa?
|
ipal @ 3:32 AM - Permalink -
|
|
Wednesday, July 06, 2005
|
|
Penderitaan bagiku bagaikan memetik setangkai mawar: terluka jariku pedih tertusuk durinya, namun bibirku tersenyum saat tercium wangi harumnya. O, kini hatiku telah menjelma taman mawar: lihat, langit pun gemetar!
|
ipal @ 1:43 AM - Permalink -
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
profile
ival :
ival@ Dal.Net
My chenel : #yogyacafe, #poolside, #sebelah, #joged, #bandunghelp, #yogya, #bandung
Jam
My Picture
Aku adalah angin yang pergi kesegala penjuru bumi.
Aku adalah daun kering yang mudah terbakar bila terkena api.
Aku adalah pohon kokoh yang tidak akan tumbang meski diterjang badai.
Aku adalah awan yang dapat meneteskan air dikala mendung.
Aku adalah hewan buas yang dapat membunuh apapun yang mengancamku.
Google
shoutbox
link
Previous Post
Archives
Credits
|
|